Kamis, 30 Januari 2014

Inginku Terlalu Sederhana

 http://daraprayoga.files.wordpress.com/2013/10/screen-shot-2013-10-01-at-1-07-48-pm.png

 

 

 

 

https://soundcloud.com/wellsbook/kodaline-all-i-want-acoustic


*
membaca tulisan ini sambil mendengar lagu di bawah menggunakan earphone akan membuatmu lebih larut, mulailah membaca ketika penyanyi mulai bernyanyi

Mungkin inginku terlalu sederhana.
Aku hanya ingin mendengar kamu yang mengetuk di depan pintu.
Aku hanya ingin sekali lagi melihat wajahmu, meski hanya dari balik jendela.
Aku cuma mau kamu, sosok yang nyata ketika aku membuka pintu.
Aku hanya ingin di depan tungku perapian, bersamamu ketika dingin menerpa.

Bisa saja mauku terlalu sempurna.
Menjadi orang yang kaupilih di antara sempurnanya sosok-sosok yang ada.
Menjadi orang yang kaupilih untuk kauambil hatinya, kemudian kaujaga.
Menjadi makhluk yang kaumau, untuk berbagi hidup selamanya.
Menjadi orang yang kaupilih dan menjadi orang paling beruntung di dunia.

Namun kenyataan terlalu berbeda.
Kamu mengisyaratkan ‘selamat tinggal’ terlalu dini.
Ada sedikit mati kurasakan di sini.
Hatiku sudah terlanjur kamu bawa pergi.
Semuanya sebelum aku berhasil ungkapkan aku ingin memiliki.

Dan kini, semuanya sudah terlalu jelas.
Ternyata aku hanya seorang aneh yang merindu pelangi senja.
Seonggok tak sempurna yang mendamba dewi fortuna.
Setitik hitam yang inginkan kilau cahaya.
Seretak gersang yang haus air surga.

Sadar diri. Mungkin aku harus pergi.

Senin, 27 Januari 2014

Kopi Ini Berisi Rindu Yang Masih Hangat




 Foto: Spesial




Ting. Ting. Ting.

Putaran sendok searah jarum jam mengitari diameter cangkir, sesekali beradu. Mengingatkan aku pada sesuatu yang kini sudah larut. Semua rasa ini, sayang, rindu, marah, benci, semuanya teraduk setelah kamu pergi.

Ketika senja menjelang, aku sering melangkahkan kaki, melewati jalan-jalan yang biasa kita lalui. Kadang sejenak aku tertahan, terhenti, begitu terasa kenangan yang tak terbantahkan, tentang kamu yang tiada lagi.

Kepalaku sering tertunduk mengamati. Mata ini begitu penasaran ke mana kaki ini akan pergi. Persimpangan pertama sudah terlewati. Itu tempat kita pertama perkenalkan diri. Sudah, itu bisa kubahas nanti.

Persimpangan kedua terlewatkan. Di sana kita biasa berbisik pelan. Mengamati setiap orang di sisi jalan. Gelak tawa meledak tak tertahan.

Aku tak tahan melewatkan persimpangan yang ketiga. Tempat itu kerap kita jadikan merajut asa. Yang katanya, hidup selalu bersama. Ya, hampir selamanya.

Langkah kaki akhirnya terhenti di depan sebuah kedai kopi. Aku masuk tergoda wangi. “Di sini,” gumam sang hati.

Aku memutuskan menunggumu di sini bertemankan kopi, secarik kertas, dan pena, seraya menuliskan segurat kisah yang hampir sempurna. Tentang kita.

Tanpa kamu memesannya, aku setia menyajikan ceruk cangkir sepi berisi rindu yang masih hangat.

Jumat, 24 Januari 2014

Apa Yang Harus di Rasionalisasi?

 

Kadang, menyelesaikan puzzle terasa lebih mudah daripada menebak apa keinginan seseorang. (Foto: Tumblr)
 (Foto: Tumblr)

Hari-hariku labil, sangat fluktuatif. Waktu tak pernah berhenti, terus berputar se akan memancingku untuk berlari tergesa atau bahkan sebaliknya, diam membiarkannya berlalu. Lari tergesa dan diam mematung, adalah sesuatu yang kontradiktif dalam ruang dan waktu yang sama. Benakku liar, khayalku melambung tinggi, pikirku sumpek dan kontemplasiku jauh menukik ke bumi paling dalam. Tubuh ini tetap saja diam tak bergeming. Jikalau melangkah terlambat dan jikalau berlari terlewat.

 

Kuingin menuliskan sesuatu. Masalahnya, saya tidak sedang patah hati, pula tak jatuh cinta. Tak ada pemandangan indah, sesuatu yang unik, kisah menarik ataupun gadis manis yang tersenyum kepadaku, yang kesemua kesan ini biasanya menjadi ledakan inspirasi seorang penulis untuk memulai meramu indah karya tulisnya. Tak juga ada tekanan traumatik, tuntutan intelektual, tugas-tugas kuliah ataupun orderan artikel yang harus memaksaku menekan biji abjad, tanda baca dan angka.

 

Intinya, aku tidak memiliki kesan empirik ataupun suasana psikologis, baik yang indah ataupun buruk untuk kujadikan alasan untuk menulis. Kosong, aku mendapati diriku terkulai bimbang, benakku tak membersitkan secercah ide, tetapi sumpek dengan sesuatu yang aku belum tahu apa yang sedang bergelayut di awan-awan pikiranku. Suasana apakah ini, aku mulai bertanya pada diriku. Detik demi detik pun terus berlalu, menyisahkan berbagai konflik intenal diriku berkecamuk, bercampur antara perasaan bersalah dan rasionalisasi pembelaan diri. Apa yang salah dan apa yang harus dirasionalisasi ?

 

Azan pun bergema, bersahut-sahutan, memanggil umat Allah untuk bersujud. Enggan, tapi seolah ada yang menuntunku untuk segera mengambil air wudhu. Mungkin aku harus bersuci, Membasuh telapak, mencuci muka, mengusap tangan hingga siku. Yah, tangan. Tangan yang memiliki jemari untuk membantuku menulis. Tangan ini pasti tidak bersih, walau kecil aku tak akan berbohong bahwa ia pernah menghitung uang yang tidak jelas asalnya. Tangan ini brengsek. Sungguh brengsek, ketika dulu di pantai itu, aku membelaimu, mengandeng tanganmu, (sst, aku tidak sempat meraba. Walau aku ingin). Membisikkan kata cinta, dan kaupun terpukau dengan mantra gombal mulut pembohong. Mulut ini juga harus dibersihkan.

 

Sampailah air wudhu pada bahagian software tubuh ini. Kepala, tempat dimana organ otak merespon berbagai impuls jaringan syaraf. Tempat, dimana niat dan pikiran kotor diproses. Tetapi pula adalah bahagian tubuh yang melahirkan ide-ide cerdas, mencipta berbagai karya, alas pikir intelektual, serta pengontrol semua gerak tubuh. Diakhir, kakipun mendapat bagian tersucikan. Langkah ini, tak lagi boleh bimbang. Tegak kita harus melangkah, mantap menuju tujuan. Melangkahlah ke jalan Allah, sebagai jihad yang sesungguhnya. Bukan bom yang harus diledakkan untuk membunuh sesama manusia, membunuh ciptaan Allah yang walaupun bersalah tidak harus membunuhnya dengan keji.

 

“….”Hayya’alal sholah”….”Hayya’alal falah”….” 

Mari dirikan shalat, mari menuju kemenangan….

 

Semua dari kita butuh keseimbangan……,


Karena Aku adalah bahagian dari kita sebagai manusia, Kuingin khusyu berkontenplasi dalam shalatku. Shalat yang sesungguhnya adalah gambaran gerak rakaat kehidupan. Berdiri, rukuk, sujud, duduk adalah sebuah gambaran laku hidup manusia akan penghormatan, ketundukan dan keberserahan diri kepada Sang Maha Pengatur. Salam dengan menoleh ke kiri dan ke kanan sesungguhnya untuk menitip doa selamat pada sesama demi mencapai keseimbangan diri sebagai makhluk sosial. Lengkaplah kini saya seolah seperti ustad dengan ceramahnya yang panjang lebar dan membosankan. Ceramah yang itu-itu saja, tidak aktual, retorika yang payah, tidak mengikuti alur zaman dan mebuatku terkadang pura-pura tunduk di masjid, padahal tertidur.

 

Aha, Eurekha ! Kini ide itu muncul, untuk menulis. Bahkan setelah tulisanku pun hampir rampung dengan keluh kesah dan ceramah yang tak berbobot sebelumnya. Pertanyaan yang tadi mengganggu, adalah apa yang salah pada diriku dan apa yang harus dirasionalisasi. Yang salah, karena aku menyalahkan lingkunganku termasuk lingkup dalam diriku. yang harus dirasionalisasi ataupun dijadikan alas an pembenar itu tidak ada. Tidak perlu, karena rasionalisasi bukan logika, tak memiliki runtut nalar yang benar. Tak perlu menyalahkan diri, namun yang benar adalah mengaku salah. Tak perlu membela diri (rasionalisasi), tetapi yang perlu adalah teguh pada kebenaran. Mengaku adalah sportif, tapi menyalahkan diri, justru mencipta keterasingan dan percaya diri pun rontok. (Kok, jadi rumit begini yah. He !?)

 

Dulu kutemukan seorang sederhana yang kini menjadi sahabatku. Nasehatnya, sampai kini kujadikan solusi. Mungkin nasehat itu telah diarsipkan rapi dalam memoriku, sehingga aku tak bisa melupakannya. “Kesulitan ataupun masalah itu hanya ada di kepala. Kerjakan, lakukan, dan buat menjadi tindakan nyata, maka itu akan menjadi mudah.” Selalu kubuktikan bahwa itu benar adanya. Kerjakan, kerjakan dan kerjakan. Membiarkan beban itu menumpuk di kepala, akan membuat diri ini memproses sebuah mekanisme pembelaan diri, pengabaian, keterasingan dan akan menjadi kesan trauma yang panjang.

 

“Jika engkau mengalami kebuntuan, maka shalat lah, bakalan kau temukan jalan setelahnya” pesan ini tidak rasional bagiku dulu yang menganggap shalat adalah pelarian. Sebuah gerakan yang tak lebih hanya ritual syariat belaka, kewajiban yang diharuskan bagi muslim, tapi bagiku justru adalah beban. Ini tidak terbukti, karena berangkat dari rasionalisasi yang sesat. Shalat dengan rangkain syariat gerakan, diselah oleh tuma’nina dan terpusat hanya untuk menghadapkan diri ke Sang Pencipta akan membawa kepasrahan dan ke-berberserahan diri yang membebaskan. Membebaskan diri ini dari apapun pikiran duniawi yang mengekang, sekaligus menyerahkan diri untuk dilindungi hanya kepada yang Maha Pelindung. Shalat memberi ketenangan, mencipta kesejukan serta ada damai di hati bagi siapapun yang mendirikannya dengan benar. Shalat adalah kebutuhan, tidak sekedar hanya kewajiban.

 

Inspirasi memang muncul dimana saja. Inspirasi bagiku adalah pelatuk untuk memicu ide itu berhamburan menjadi karya. Masalah adalah inspirasi, solusi adalah jalan keluar dan doa adalah perangkai usaha menuju harapan. Doa bagiku tidak hanya perlakuan gerak yang menegadahkan tangan seperti pengemis, tidak sekedar bacaan komat-kamit seperti dukun yang bermantra, dan tentu bukan hanya lafalz bahasa Arab yang tak dimengerti artinya, apalagi maknanya. Harapan adalah Doa itu sendiri, lafalznya adalah bunyi yang menandakan kesungguhan berharap.

 

Menulis adalah penerjemah inspirasi menjadi uraian kata. Menulis cukup dengan menguatkan niat untuk membagikan manfaat kepada orang lain, berbagi cerita, meng-abadikan kisah. Mualilah menulis, dan huruf awal pun akan menuntun kita menuju kata, kalimat dan terangkailah paragraph demi paragraph. Kumulai ini dengan rasa bimbang, beban pikiran yang menumpuk, lalu kemudian segera aku mendirikan shalat. Tentu semua orang ingin lepas dari resahnya, melunakkan pikiran menjadi sederhana, memecah kebuntuan dan kemudian, bahasapun harus dijinakkan agar kita mampu berkomunikasi dengan diri, mengapresiasi ide menjadi rangkaian tulisan untuk sedikit melepas beban yang sumpek dibenak kita. Lahirlah tulisan yang aku sendiri bingung menentukan judulnya ini. Nyerocos sih….. :D


*) DITULIS KARENA SEORANG SAHABAT MENGUTARAKAN MASALAHNYA PADAKU TADI SORE.
TIDAK AKU TEMUKAN SOLUSI PELIK MASALAHNYA, AKU CUMA MENDENGAR UNTUK MENYENANGKANNYA. KUTULIS USAI SHALAT MAGRIBKU, KELAR MENJELANG IQAMAT ISYA.

Kamis, 23 Januari 2014

Rasionalisasi Itu Salah

 

Setiap dari kita memiliki pesan-pesan surgawi yang akan menuntun hidup kita pada kebajikan. Namun seringkali suara kebenaran itu terkubur oleh logika dan rasionalisasi untung rugi.

 

Dalam perjalanan waktu, suara hati kita kehilangan gemanya dan selanjutnya terabaikan. Ketika suara hati masih sayup-sayup terdengar, kita lantas berkata,”Hei suara hati, emang aku pikirin! Siapa kamu?”

 

Entah sudah berapa banyak momen indah dalam hidup kita yang terlewatkan. Karena kita tidak mau dengan rela berbuat sesuai suara hati. Kita hiraukan dan tak peduli.

 

Kita kubur pesan-pesan Ilahi itu dengan kepintaran logika dan bermain-main dengan rasionalisasi. Kebenaran kita tutupi dengan pembenaran dan kita tidak perlu merasa bersalah. Apalagi penyesalan.

 

Walaupun tidak selamanya logika dan rasionalisasi itu salah. Tapi kesalahannya kita lebih mengutamakan menggunakan logika dan rasionalisasi dengan mengabaikan suara hati.

 

Pada saat suara hati kita menginginkan untuk menolong orang lain dengan sebagian harta yang kita miliki. Logika kita menghalangi dengan memberikan masukan, bahwa kita masih banyak keperluan.

Ketika suara hati sudah mengingatkan kita untuk beribadah, spontan logika kita bekerja. Sesekali tidak beribadah tidak apa-apa. Lagipula kan sedang sibuk. Tuhan juga maklumlah.

 

Waktu timbul niat untuk berselingkuh, suara hati memperingatkan, agar jangan melakukannya. Tapi pikiran rasional kita pun tak mau kalah memberi alasan. Tak apa selingkuh itu yang penting hubungan dengan pacar tetap utuh. Hitung-hitung menghilangkan kebosanan dengan yang di rumah.

 

Begitulah, kita tertipu dan hidup dalam permainan logika, sehingga harus mengubur suara hati. Herannya justru banyak yang bangga dengan hal ini...!

Rabu, 22 Januari 2014

Apa Kamu Rela?


books-heart-love-markers-school-Favim.com-218235

Aku lupa sudah berapa kertas dari bukuku yang kutuliskan namamu di atasnya.

Masa-masa sekolah, layaknya yang digambarkan di televisi, selalu penuh dengan kenangan-kenangan. Masa-masa itu yang paling berkesan. Ada yang diisi dengan kebahagiaan, tapi berakhir dengan kepahitan.

Setiap pagi, mungkin ada dari kamu yang begitu semangat datang ke sekolah cuma karena ada dia yang dipuja. Sesampainya di sekolah, langsung sepik-sepik lewatin kelas dia, cuma pengin tau dia udah datang atau belum. Malahan ada juga yang selalu merhatiin tempat parkir, biar tau berarti dia udah datang kalau ada motor dia terparkir di sana.

Waktu upacara, nggak ada lagi kerjaan selain nyari ke sekeliling, dia yang dipuja berdiri di sebelah mana. Beberapa kali merasa jodoh, cuma karena bisa berdiri sebarisan sama si dia. Ya, secret admirer memang terlalu gampang bahagia.

Waktu belajar, yang dibayangin cuma dia. Bahkan ada yang cukup berani nulis namanya di halaman belakang buku catatan, meski hanya inisial.

Ketika udah nggak tahan lagi sama pelajaran yang gurunya lebih membosankan, mulai sok-sokan izin ke toilet dan sengaja lewat kelasnya. Kalaupun si dia lagi nggak ada di kelas, ngeliat tasnya aja udah seneng.

Saatnya istirahat, suka banget diem-diem ngeliatin dia bercanda sama temen-temennya. Ngeliatin dia senyum dan ketawa, memancing kamu juga ikut tersenyum… lalu membuang muka sejauh-jauhnya ketika dia sadar sedang dipandangi.

Buat yang cowok, seringkali menahan panas hati ketika si dia yang jadi inceran digodain sama anak cowok lain, apalagi kakak kelas. Buat yang cewek, seringkali meleleh ketika sang pujaan lagi gitaran dan nyanyi bareng temen-temennya… padahal nyanyian itu bukan buat dia.

Terasa begitu membahagiakan di sekolah, selama ada dia. Bahkan libur sehari pun rasanya terlalu lama.
Sayangnya, masa-masa itu akan segera berakhir.

Memang sakit mengetahui seseorang yang kamu sayang akan pergi, dan kamu gak bisa berbuat apa-apa.

Beberapa suka sama seniornya di sekolah, dan sebentar lagi UN. Ada juga yang sebagai senior, terus suka sama juniornya. Dari kedua hal itu, ada satu persamaan, yaitu: sama-sama gak akan bisa ngeliat sang pujaan lagi.

Pertanyaannya adalah…

Apa kamu rela dia pergi tanpa tau seberapa besarnya perasaan kamu?

“Kalau jodoh, nggak akan ke mana, kok.” Buat yang nyeletuk itu dalam hati setelah baca postingan ini, aku cuma bisa ngucapin: jangan menyesal.

Satu lagi pesan dari aku… Dua hati yang ingin dipertemukan dalam satu cinta… itu membutuhkan momen. Dan mungkin, ini saatnya.

Ada hati yang tidak selamat ketika terucap selamat tinggal.

Jumat, 17 Januari 2014

Pesawat Minta Duit Sekopeeeer!



Disadari atau nggak, kita semua terlahir caper.

Waktu kecil, kita banyak melakukan hal gila. Lompat dari batu sungai satu ke batu sungai yang lain cuma biar kelihatan kayak Ninja Hatori, naik sepeda sambil nundukin kepala biar berasa kayak Kamen Rider RX lagi naik Belalang Tempur, sampai lari-larian beriringan bareng mobil Tamiya seolah Retsu atau Go lagi balapan. Namun dari itu semua, bisa dibilang hal paling gila yang pernah dilakukan kita semua di masa kecil adalah dadah-dadah ke pesawat yang lagi terbang di langit.

Seolah belum cukup gila, kebiasaan dadah ke pesawat itu juga sering ditambah dengan kegiatan minta duit ke pesawat. Sekoper pula!

Dan yang lebih gilanya lagi, kegiatan gila itu ditularkan dari generasi ke generasi secara turun-temurun. Ritualnya, setiap ada orang dewasa lagi ngajak main anak kecil, terus tiba-tiba ada pesawat lewat maka orang dewasa itu akan ngajarin anak kecil yang tadinya kehidupannya waras dan lurus untuk menengadahkan kepalanya dan teriak,

PESAWAT, MINTA DUIT SEKOPEEEERRRR!

Ternyata, dalam diri kita semua sudah ditanamkan bibit-bibit caper, manggil-manggil pesawat yang lewat padahal kenal aja nggak. Ditambah lagi pake minta duit segala. Udah caper, nggak tau diri pula.

Berarti kalau sekarang kamu sering ketemu orang yang caper dan nggak tau diri, itu bisa jadi karena belum insaf dari kebiasaan lamanya.

Dari fenomena tadi, aku menangkap beberapa hal yang bisa jadi catatan dan mungkin juga bisa kita renungkan bersama-sama. Beberapa hal ini bisa dipandang positif atau negatif, tergantung dari mana kamu memandangnya dan tergantung mata kamu plus atau minus.

Gara-gara kebiasaan ngedadahin pesawat yang ditularkan sejak kecil, aku jadi tau bahwa ternyata dalam diri setiap manusia sudah diguratkan sedikit takdir untuk jadi secret admirer. Ya, kita semua adalah secret admirer. Nggak peduli sekeren apa pun, secakep apa pun, pasti pernah jadi secret admirer. Minimal dua kali seumur hidup. Sekali ke orang beneran, dan sekali ke pesawat itu.

Iya, pas pesawat lewat manggil-manggil, caper. Beraninya dari jauh doang. Tapi pas ngeliat pesawatnya dari jarak dekat, kicep, diem. Bahkan yang udah gede sekalipun, sekalinya kesampean bener-bener bisa naik pesawat, nggak berani minta duit ke pilotnya. 

MANA KEBERANIANMU PAS MINTA DUIT SEKOPER WAKTU ITU? HAH?!


Akan tetapi, dari dadah-dadah ke pesawat juga kita bisa mengambil pelajaran bahwa waktu kecil kita nggak pernah menyerah. Kita selalu punya harapan. Setiap sore, kalau ada pesawat melintas, kita pasti minta duit sekoper, tapi koper berisi uang itu nggak pernah jatuh sekalipun. Apa setelah itu kita menyerah? Nggak. Kita tetap mengulanginya lagi, setiap hari, nggak peduli kemungkinan duit sekoper itu buat dijatuhin persentasenya kecil banget. Besoknya kita neriakin pesawat itu lagi, bahkan keesokan harinya ngajak temen, jadi neriakin bareng-bareng di halaman rumah atau di lapangan bola pada sela-sela main bola.

Hal terpenting yang bisa gue ambil dari dadah-dadah ke pesawat adalah bahwa,

Tidak semua keinginan harus dikabulkan.

Bayangin, waktu kecil, lagi main taplak gunung di halaman rumah bareng temen-temen, terus tiba-tiba ada pesawat lewat, terus kamu teriak minta duit sekoper, dikasih, terus kopernya dilempar, terus kamu ketiban koper.
 
Kan nggak lucu.

Terus kalau kamu nerima uang begitu aja cuma dengan modal teriak, mungkin sekarang kamu lagi nggak bekerja keras, dan lagi nggak bersyukur dengan apa yang kamu punya (meski duit nggak sekoper). Buktinya meski kamu nggak dapet duit sekoper, kamu yang bersusah payah ngumpulin uang jajan pasti udah pernah beli apa-apa pake uang sendiri. Meski nggak seberapa, tapi pasti rasanya membanggakan banget.

Jadi, apa yang jadi keinginan kamu, belum tentu nggak dikabulin, bisa aja ditunda… atau digantikan sama yang lebih indah. Entah wujudnya apa.
Yakinlah.

Kamis, 16 Januari 2014

Sia-sia Dari Menggarami Air Laut


Beberapa orang menunggu, dan beberapa orang tidak tahu sedang ditunggu.


Orang yang jatuh cinta namun hanya menunggu itu lebih sia-sia dari menggarami air laut. Jangan pernah menyalahkan orang yang ditunggu jika menggungkapkannya saja tidak mampu.
Kebesaran cinta tak bisa diukur dengan seberapa lama menunggu, tetapi seberapa berani menggungkapkannya dengan tulus dan cara yang indah.
 

Cinta yang utuh tidak layak menunggu terlalu lama, karena seiring berjalannya waktu, hati tersebut akan habis dimakan sendiri. Mencintai diam-diam adalah hal yang paling egois dari seseorang yang memenjarakan hatinya sendiri. Begitu besar egonya menahan rasa cinta yang ingin menyeruak ke luar, terbang bebas ke hati yang ingin disinggahinya.

 

“aku takut hatinya enggan menampungku”.

 

Bullshit, itu hanya alasan yang mengada-ada dari sebuah sangkar hati yang egois. Hati sudah terlalu kenyang dengan alasan aku tak pantas untuk dia, aku bukan siapa-siapa baginya, dia tidak menginginkanku, dan alasan egois lainnya.
 

Tolonglah kawan, jangan mengekang cinta. Bebaskan, terbangkan, percaya ia akan kembali dengan sangkar barunya yang indah, untukmu. Layaknya burung camar terbang mengarungi sore yang indah di pesisir pantai.

follow me  https://twitter.com/HazRomi

Diagnosa-nya Aku Jatuh Cinta


 

Diagnosa atas hasil general check up anatomi jantung ku yang merupakan sistem organ vital kardiovaskular. yang diawali dari bagian miokardium sampai ke bagian dalam yang dilapisi endokardium.

 

Perasaan aneh ini, merupakan fenomena yang terdeteksi dari hasil diagnosa awal mengarah kepada faktor perkenalan ku dengan gadis yang tersenyum menatap ku, manis….? -,-a Gejala aneh ini pun semakin kentara, ketika gadis tersebut ku hampiri dan kudekati. seketika aku merasa seakan hormon fenylethilamin yang ada ilham Tuhan, menghinggapi jantung ku pun berkontraksi, atrium dan ventrikel jantung ku mengencup dan mengembang dengan cepatnya.

 

Sungguh berada di dekat nya aku merasakan fenomena ini ‘takhikardi’, iya jantungku berdetak dengan hebat. tapi ini bukanlah myocardial infarction, atau pun stroke. ;)

 

Sekarang hormon dopamine-ku yang muncul bertumbuh, dia sudah seakan menjadi candu buatku. Segala yang ada padanya wajahnya, senyum nya, matanya seakan-akan menjadi zat adiktif buatku, tidak mendapatkan kabarnya walau sehari aku bisa dibuat sakauuuu galauuu setingkat kabupaten. :D

 

Rasa rindu pun tiba, membayangkan nya saja membuat respirasi menjadi hiperventilasi, selera makan pun lenyap bersamaan dengan meningkatnya adrenalin yang ada.

huffft…. -_______-

 

Akhir-akhir ini aku merasa seperti orang yang psikis-nya terganggu sungguh sesuatu yang abnormal buat ku. Tetapi aku mencoba menampik patofisiologi di atas, mengenang dirinya membuat ku tersenyum-senyum sendiri, ini pengaruh hormon endorpin anugerah Tuhan untukku, untukmu, untuk semua, dan untuk kita….. :D

follow me on Twitter  https://twitter.com/HazRomi