Disadari atau nggak, kita semua terlahir caper.
Waktu kecil, kita banyak melakukan hal gila. Lompat dari batu sungai
satu ke batu sungai yang lain cuma biar kelihatan kayak Ninja Hatori,
naik sepeda sambil nundukin kepala biar berasa kayak Kamen Rider RX lagi
naik Belalang Tempur, sampai lari-larian beriringan bareng mobil Tamiya
seolah Retsu atau Go lagi balapan. Namun dari itu semua, bisa dibilang
hal paling gila yang pernah dilakukan kita semua di masa kecil adalah
dadah-dadah ke pesawat yang lagi terbang di langit.
Seolah belum cukup gila, kebiasaan dadah ke pesawat itu juga sering
ditambah dengan kegiatan minta duit ke pesawat. Sekoper pula!
Dan yang lebih gilanya lagi, kegiatan gila itu ditularkan dari
generasi ke generasi secara turun-temurun. Ritualnya, setiap ada orang
dewasa lagi ngajak main anak kecil, terus tiba-tiba ada pesawat lewat
maka orang dewasa itu akan ngajarin anak kecil yang tadinya kehidupannya
waras dan lurus untuk menengadahkan kepalanya dan teriak,
PESAWAT, MINTA DUIT SEKOPEEEERRRR!
Ternyata, dalam diri kita semua sudah ditanamkan bibit-bibit caper,
manggil-manggil pesawat yang lewat padahal kenal aja nggak. Ditambah
lagi pake minta duit segala. Udah caper, nggak tau diri pula.
Berarti kalau sekarang kamu sering ketemu orang yang caper dan nggak
tau diri, itu bisa jadi karena belum insaf dari kebiasaan lamanya.
Dari fenomena tadi, aku menangkap beberapa hal yang bisa jadi catatan
dan mungkin juga bisa kita renungkan bersama-sama. Beberapa hal ini
bisa dipandang positif atau negatif, tergantung dari mana kamu
memandangnya dan tergantung mata kamu plus atau minus.
Gara-gara kebiasaan ngedadahin pesawat yang ditularkan sejak kecil, aku jadi tau bahwa ternyata dalam diri setiap manusia sudah diguratkan
sedikit takdir untuk jadi secret admirer. Ya, kita semua adalah secret
admirer. Nggak peduli sekeren apa pun, secakep apa pun, pasti pernah
jadi secret admirer. Minimal dua kali seumur hidup. Sekali ke orang
beneran, dan sekali ke pesawat itu.
Iya, pas pesawat lewat manggil-manggil, caper. Beraninya dari jauh
doang. Tapi pas ngeliat pesawatnya dari jarak dekat, kicep, diem. Bahkan
yang udah gede sekalipun, sekalinya kesampean bener-bener bisa naik
pesawat, nggak berani minta duit ke pilotnya.
MANA KEBERANIANMU PAS
MINTA DUIT SEKOPER WAKTU ITU? HAH?!
Akan tetapi, dari dadah-dadah ke pesawat juga kita bisa mengambil
pelajaran bahwa waktu kecil kita nggak pernah menyerah. Kita selalu
punya harapan. Setiap sore, kalau ada pesawat melintas, kita pasti minta
duit sekoper, tapi koper berisi uang itu nggak pernah jatuh sekalipun.
Apa setelah itu kita menyerah? Nggak. Kita tetap mengulanginya lagi,
setiap hari, nggak peduli kemungkinan duit sekoper itu buat dijatuhin
persentasenya kecil banget. Besoknya kita neriakin pesawat itu lagi,
bahkan keesokan harinya ngajak temen, jadi neriakin bareng-bareng di
halaman rumah atau di lapangan bola pada sela-sela main bola.
Hal terpenting yang bisa gue ambil dari dadah-dadah ke pesawat adalah bahwa,
Tidak semua keinginan harus dikabulkan.
Bayangin, waktu kecil, lagi main taplak gunung di halaman rumah
bareng temen-temen, terus tiba-tiba ada pesawat lewat, terus kamu teriak
minta duit sekoper, dikasih, terus kopernya dilempar, terus kamu
ketiban koper.
Kan nggak lucu.
Terus kalau kamu nerima uang begitu aja cuma dengan modal teriak,
mungkin sekarang kamu lagi nggak bekerja keras, dan lagi nggak bersyukur
dengan apa yang kamu punya (meski duit nggak sekoper). Buktinya meski
kamu nggak dapet duit sekoper, kamu yang bersusah payah ngumpulin uang
jajan pasti udah pernah beli apa-apa pake uang sendiri. Meski nggak
seberapa, tapi pasti rasanya membanggakan banget.
Jadi, apa yang jadi keinginan kamu, belum tentu nggak dikabulin, bisa
aja ditunda… atau digantikan sama yang lebih indah. Entah wujudnya apa.
Yakinlah.